nanti juga tahu
part of the compass of my heart au
Ini pertama kalinya Jihoon dateng ke penjara.
Waktu angkatannya kerja praktik, sistemnya adalah anak-anak majoring Klinis Dewasa akan dibagi ke empat pos, di mana setelah tiga bulan mereka dipindah ke pos selanjutnya sampai akhir masa kerja praktik. Salah satu dari empat pos itu adalah lapas. Jihoon dapet jatah praktik di puskesmas sebelum dia pindah ke TBK. Yang kebagian di lapas itu Seungcheol sama salah satu temen seangkatan mereka, Nayoung.
Makanya, waktu Jihoon ngelihat Seungcheol yang nggak kelihatan canggung selama ngobrol sama petugas lapas, dia pikir salah satu alasannya adalah karena dia pernah kerja praktik di lapas, meskipun bukan di lapas ini. Dan tentunya, karena ini memang bukan kunjungan Seungcheol yang pertama.
Setelah mikir cukup lama, Jihoon mutusin untuk ketemu sama ayahnya Seungcheol. Sama kayak Seungcheol ke Chanyeol, ketidaksukaan Jihoon pada ayah Seungcheol itu karena orang ini pernah nyakitin Seungcheol. Tapi kalau dari yang Jihoon lihat, Seungcheol udah mulai memperbaiki hubungannya sama ayahnya. Makanya Jihoon rasa dia perlu untuk ngasih ayah Seungcheol kesempatan.
Waktu ayah Seungcheol masuk ke ruang kunjungan, badan Jihoon tanpa sadar menegang, tapi sama cepatnya jadi rileks waktu dia lihat ekspresi di muka beliau.
Ayah Seungcheol yang ada dalem memorinya kelihatan hampir 180 derajat berbeda sama ayah Seungcheol yang ada di hadapannya. Beliau emang kelihatan lebih kurus, rambut putihnya kelihatan lebih banyak, keriput di mukanya lebih kentara, tapi ekspresinya kelihatan jauh lebih ramah. Meskipun awalnya beliau kelihatan agak kaget ngelihat Jihoon, mata beliau masih kelihatan lembut.
“Ayah, udah makan?” tanya Seungcheol.
“Udah, tadi kan sebelum ke sini waktunya makan siang. Kalian udah makan belom?” jawab ayahnya Seungcheol dengan senyuman. Jihoon agak kaget karena hanya dengan senyuman sekecil itu, dia langsung bisa ngebayangin Seungcheol kalau udah tua mukanya bakal seperti apa.
Seungcheol mulai nanya-nanya soal keseharian ayahnya selama dua minggu mereka nggak ketemu. Jihoon hanya diem sambil merhatiin interaksi pacarnya sama ayahnya. Lama kelamaan Jihoon senyum karena Seungcheol kelihatan seneng banget bisa ngobrol sama ayahnya, dan perasaan seneng itu dibales sama ayahnya.
“Ayah, kenalin… ini pacar Seungcheol.”
Badan Jihoon menegak, terus dia ngangguk pelan ke arah ayah Seungcheol, “Lee Jihoon, Om. Salam kenal.”
“Jihoon…” panggil ayah Seungcheol, sebelum beliau menunduk dalam.
Nggak cuma Jihoon, tapi Seungcheol juga tersentak kaget.
“O-Om…”
“Ayah…”
“Saya mau minta maaf… atas perilaku saya terhadap kamu, Seungcheol, dan hubungan kalian. Saya nggak punya alasan apapun atas perilaku saya.”
Jujur, Jihoon tahu dari cerita Seungcheol kalau ayahnya berubah sejak masuk penjara. Tapi Jihoon sama sekali nggak menyangka bahwa perubahannya sebesar ini.
“Om… nggak perlu sampe nunduk gini, saya jadi nggak enak…” pinta Jihoon. Untungnya, ayah Seungcheol menuruti permintaannya, meskipun beliau masih ngelihat ke lantai, “Jujur… saya paham kenapa Om berperilaku kayak gitu setelah denger cerita dari Kang Seungcheol. Saya juga tahu Om udah berusaha untuk menebus kesalahan Om sama Kang Seungcheol dan keluarga Om; saya bahkan nggak nyangka Om mau minta maaf sama saya…”
Dan itu benar. Jihoon tahu bahwa Seungcheol udah berhasil membujuk kakaknya untuk dateng ke satu kunjungan atas permintaan ayahnya, meskipun belum membuahkan hasil. Jihoon juga tahu kalau ibunya Seungcheol masih belum siap untuk ketemu dengan mantan suaminya, dan ayahnya Seungcheol memaklumi keputusan beliau.
“…saya mau maafin Om atas perkataan Om waktu itu, tapi… saya masih sulit ngemaafin Om atas apa yang Om lakuin ke Kang Seungcheol,” ujar Jihoon, berusaha tegas meskipun sebetulnya dia gugup banget untuk mengatakan hal-hal tersebut.
Ayah Seungcheol ngangguk, “Saya paham. Saya juga udah bilang sama Seungcheol, nggak sekarang juga nggak apa-apa, tapi saya harap kamu bersedia maafin saya suatu hari nanti.”
Jihoon berani untuk mengangguk dengan mantap pada pernyataan itu. Dia yakin dia akan bisa maafin ayah Seungcheol; hanya nggak sekarang.
“Makasih ya, Ji,” ujar Seungcheol sambil menggenggam tangan Jihoon di bawah meja. Jihoon ngelihat ke arah Seungcheol, dan mereka senyum sama satu sama lain.
“Ade…” panggil ayahnya Seungcheol. Seungcheol ngelepas pegangan tangannya dan mereka berdua ngelihat ke arah beliau, “Kamu… bahagia sama Jihoon?”
“Iya, Yah,” Seungcheol tanpa ragu ngejawab, “Bahagia banget.”
“Kalau Jihoon? Bahagia sama Seungcheol?”
Jihoon kaget. Dia nggak nyangka bakal ditanya juga; dia kira dia bakal disidang sama ayahnya Seungcheol.
Tapi Jihoon ngangguk, “Bahagia, Om.”
Ayah Seungcheol senyum. Jihoon masih nggak terbiasa sama kemiripan ayah Seungcheol sama pacarnya, “Kalau gitu saya boleh nitip Seungcheol sama kamu? Saya yakin kamu lebih kenal sama Seungcheol daripada saya, dan kamu pasti bisa ngejagain dia lebih baik daripada saya.”
Jihoon rasanya kayak déjà vu. Dia tiba-tiba keingetan waktu pertama kali ketemu sama ibunya Seungcheol, yang juga meminta hal serupa: menitipkan Seungcheol untuk melindungi dia, tapi dari orang yang ada di hadapannya saat ini.
Dunia memang aneh.
“Boleh, Om. Tapi kalau soal saya lebih kenal… saya yakin Om sama Kang Seungcheol masih punya banyak kesempatan untuk saling mengenal kok,” jawab Jihoon sambil senyum.
Ayah Seungcheol ketawa, “Makasih ya.”
Topik pembicaraan mereka berubah ke arah kerjaan, dan masa depan secara umum. Lalu, setelah membahas soal pengalaman Seungcheol tinggal di apartemen, ayah Seungcheol ngelihat ke arah Seungcheol, “De, udah…?”
Seungcheol ngejawab cepet, kayak yang panik, “Belom, Yah. Nanti.”
Jihoon sebenernya pengen nanya, tapi rasanya nggak enak kalau tiba-tiba nanya di depan ayahnya. Sebelum nyalinya kekumpul, lima belas menit mereka udah habis.
“Makasih udah dateng hari ini, Jihoon. Semoga sukses kerjanya ya. Saya titip Seungcheol,” ujar ayah Seungcheol sambil berdiri untuk ngikutin petugas lapas yang ngejemput beliau.
“Siap, Om,” Jihoon nyanggupin sambil ngangguk.
“De. Ayah tunggu kabarnya, ya,” ayahnya Seungcheol nyengir.
Seungcheol ngasih tanda OK dengan tangannya, “Oke, Yah.”
Setelah ayah Seungcheol dibawa keluar ruangan kunjungan, Jihoon dan Seungcheol mulai jalan ke parkiran.
“Apaan sih yang belom, Kang?” tanya Jihoon yang udah nggak kuat nahan rasa penasarannya.
Seungcheol hanya ketawa, “Nanti juga kamu tahu. Mau makan siang di mana?”
Jihoon tahu Seungcheol lagi berusaha ngalihin pembicaraan, tapi dia lagi nggak mood untuk maksa Seungcheol cerita. Lagian, kalau perkataan Seungcheol bener, nanti dia juga tahu.