imperfect love
part of the epilogue of the compass of my heart au
of course, bisa sambil denger lagunya ya :D
Bumi Sangkuriang siang itu cerah. Jihoon hanya bisa berharap cuacanya nggak berubah drastis menjelang malam.
Karena hari ini, 19 Oktober 2025, dia akan menikah sama satu-satunya orang yang menyanggupi untuk mentolerir dia seumur hidupnya.
Di mata Jihoon, semuanya udah sempurna. Venue yang mereka pilih bersifat semi-outdoor. Awalnya Jihoon pengen venue yang indoor, berhubung dia nggak mau terpapar terlalu banyak sinar matahari, tapi waktu Seungcheol ngajak dia untuk ngecek venue yang akhirnya jadi pilihan terakhir mereka, Jihoon kepincut sama area outdoor-nya dan akhirnya ngalah, dengan catatan mereka nikah sore atau malam.
Catering yang mereka pilih juga enak; paling enak dari semua catering yang mereka taste-test (bagian terbaik dari persiapan nikah bagi Jihoon) tapi harganya cukup masuk akal. Sesuai rencana, Wonwoo, dibantu Mingyu, Seokmin, dan Minghao, ngebantu mereka waktu foto pre-wedding, tapi Jihoon nggak tega buat minta mereka ngebantuin dokumentasi waktu acara – terutama karena Jihoon tahu Soonyoung pasti bakal ngegangguin Wonwoo terus – jadi Jihoon berhasil nego sama vendor foto yang dikeceng Seungcheol untuk hanya nge-handle dokumentasi waktu acara aja.
Untuk urusan musik, Jihoon berhasil minta orang sound system di venue untuk mainin lagu-lagu instrumental buatannya plus beberapa lagu tipikal nikahan, tapi tetep nyiapin mic karena dia tahu ada beberapa temen-temennya yang seneng nyanyi.
Semua temen-temen mereka pada pake sapu tangan warna biru di saku jas mereka, kecuali Soonyoung dan Jeonghan, yang pake sapu tangan warna merah maroon sebagai masing-masing best men Jihoon dan Seungcheol. Untuk Jihoon dan Seungcheol sendiri milih untuk pake setelan jas warna hitam, kemeja putih, dasi kupu-kupu untuk Jihoon, dasi panjang untuk Seungcheol, dan boutonniere mawar merah.
Di sini lah Jihoon disamperin sama Soonyoung, waktu dia lagi ganti baju ke kostum yang bakal dia pake semaleman.
“Hoon, ini bener masang sapu tangannya gini?” tanya Soonyoung waktu dia masuk. Jihoon hanya menoleh sedikit, ngelihat ke arah sapu tangan yang dilipat rapi di saku jas Soonyoung, dan ngangguk tanpa ngomong apa-apa, “Buset, lo tegang apa gimana, kok diem aja?”
Soonyoung nggak pake pikir panjang langsung megang punggung tangan Jihoon, dan dia ketawa keras banget. Jihoon mengerang, “Cicing (Diem) lah, Nyong…”
“Dingin banget, anjir! Santai aja kali.”
“Sekali seumur hidup, Nyong. Nggak boleh ngulang. Kalau gue salah ngomong gimana?”
“Ya udah, dibenerin aja!”
“Nggak gitu caranya, goblok,” Jihoon mulai mengusap-usap badannya, karena sebenernya dia pengen ngusap mukanya, tapi dia udah didandanin, dan kalau dandanannya rusak, nanti dia bakal dimarahin MUA-nya, Teh Isma, “…dia nggak bakal nyesel kan ya?”
“Hoon,” panggil Soonyoung, nadanya lebih serius, “Kak Cheol loh. Orang yang selalu pindah tempat tiap kali dia lagi ngudud (ngerokok) tapi terus dia lihat lo lewat. Orang yang rela ngelewatin macet bangsatnya Bypass tiap kali nganter lo ke kampus. Satu-satunya orang selain mama lo yang bisa narik lo keluar kamar kalau lo lagi ngulik lagu. Orang yang bisa ngebujuk lo buat keluar rumah buat ikutan ngumpul sama anak-anak. Orang yang bisa bikin lo nyaman buat cerita soal trauma lo selain ke psikolog lo, gue, dan Bu Siti,” terus Soonyoung pegang bahu sahabatnya, dia lihat langsung ke mata Jihoon, “Kalau bukan Kak Cheol, siapa lagi?”
Jihoon menghela nafas panjang, mukanya masih tegang, tapi ketegangan di badannya udah mulai berkurang. Soonyoung ngelepas pegangannya dari bahu Jihoon, dan tangannya mulai naik ke arah rambut Jihoon. Nggak pake pikir panjang, Jihoon langsung mengelak, “Jangan maenin rambut gue. Ditabok Teh Isma baru tahu rasa lo.”
Soonyoung ketawa lagi, “Ngerti banget gue kalo lo tegang. Tapi dibawa santai aja, lo nggak bakal ditinggalin kok. Kalau lo sama Kak Cheol nggak jadi tuh gue udah kehilangan harapan sama cinta di dunia tahu.”
“Lebay, anjing.”
***
“Ah, kok lo nggak tegang sih, nggak seru.”
Seungcheol muter matanya waktu dia denger kata-kata pertama yang Jeonghan lontarkan waktu dia dan Joshua masuk ke ruang riasnya, “Mohon maaf, hidup gue bukan buat hiburan lo.”
“Ditunggu sarapan croffle-nya besok, babe,” Joshua senyum manis ke suaminya.
“Goblok, keadaan mental gue lo jadiin taruhan?” tanya Seungcheol sambil ketawa.
“Ya iya lah,” jawab Jeonghan.
“Terus kalau lo menang lo dapet apa, Han?”
“Yakin lo pengen tahu?” tanya Jeonghan sambil nyengir ke arah Seungcheol.
Seungcheol langsung geleng-geleng, “Nggak jadi anjir, males. Kalau nggak ngeres pasti nggak jelas.”
“How are you feeling, Cheol?” tanya Joshua.
Seungcheol menarik nafas dalam dan dia keluarkan dari mulutnya pelan-pelan. Dia terus ngangkat tangannya sedikit untuk nunjukin seberapa keras tangannya lagi bergetar, terus dia ngasih senyum kecil.
“Lah, tegang ternyata? Jadi gimana dong taruhan kita, Say?” tanya Jeonghan.
“Lo kenapa sih fokusnya nggak penting. Best man tai,” umpat Seungcheol.
“Diem lo, CPP bangke,” Jeonghan meletin lidahnya.
“Children, please,” kata-kata Joshua langsung bikin mereka diem, “Wajar banget kok lo tegang. This is really important to you.”
“Gue lebih nggak sabar sih, sebenernya,” Seungcheol berkata jujur, “Bukan cuma gara-gara udah 3 tahun sejak gue ngelamar Jihoon, tapi gue rasanya udah nunggu lebih lama dari itu. Dari waktu pertama kali lihat dia juga perhatian gue udah laser-focus banget ke dia.”
“Sinting sih, padahal kita udah usaha dari S-1 buat bikin lo berhenti ngerokok. Eh, taunya bucin,” Jeonghan muter matanya.
Seungcheol menoyor kepala sahabatnya, “Asli, lo tuh segala rupa ada aja komentarnya.”
“Bentar lagi juga dia bakal jadi suami lo, Cheol. Nanti lo bakal jadi tahu lebih banyak tentang dia. Terus lo tinggal lihat aja nanti bakal nyesel udah nikahin dia apa malah jadi makin bucin. Kalau mau taruhan sih gue rasa lo bakal jadi makin bucin.”
“Menurut gue juga sih kayaknya lo bakal makin bucin sama Jihoon.”
“Lah, kalo gitu sih nggak jadi taruhan dong?”
Mereka bertiga tertawa, lalu tawa mereka mereda. Getaran badan Seungcheol mulai berkurang, dan bahunya udah lebih rileks.
“Udah siap belom? Bentar lagi bakal dipanggil kayaknya,” tanya Jeonghan.
“Nggak sabar gue,” Seungcheol tersenyum lebar.
“He’s really good for you, Cheol. You’re both great for each other,” Joshua senyum, “Kalian bakal bahagia deh, gue yakin.”
“Kenapa nggak lo aja yang gue jadiin best man ya, Josh? Lo jauh lebih better daripada suami lo, sumpah.”
“Bangsat.”
***
“Selamat malam, semuanya, terima kasih sudah hadir di acara pernikahan kedua sahabat saya, Kak Seungcheol dan Kak Jihoon. Perkenalkan, saya MC untuk malam hari ini, Boo Seungkwan.”
Jihoon dan Seungcheol tepuk tangan dari posisi mereka di samping meja buah potong, baru selesai ngobrol sama ayahnya Seungcheol yang dapet izin dari penjara untuk dateng ke nikahan mereka. Seungkwan sempet bilang sama Seungcheol kalau dia udah lama banget nggak nge-MC, jadi dia takut bakal kaku, tapi Seungcheol sama sekali nggak ngerasa begitu.
Sesuai keinginan mereka, pernikahan Jihoon dan Seungcheol nggak pake pelaminan. Malam ini mereka berkumpul di taman Bumi Sangkuriang yang udah dipasang tenda warna putih dengan banyak meja dan kursi kayu berwarna putih. Awalnya Jihoon pikir bakal terlalu gelap, tapi ada chandelier yang cukup besar di tempat bertemunya lembaran kain-kain putih di tengah tenda, dan lampu taman di setiap sudut yang cukup terang. Panggung tempat Seungkwan nge-MC saat ini terletak di dekat gedung, beberapa meter dari pintu masuk ke gedung yang juga bisa dipake para tamu untuk duduk dan makan, karena baik di luar maupun di dalam gedung ada stall makanan dan prasmanan.
“Malam ini ada sesuatu yang spesial yang udah disiapin Kak Jihoon untuk Kak Seungcheol, jadi untuk Kak Jihoon, Kak Jeonghan, Kak Joshua, dan Kak Seokmin, boleh merapat ke sumber suara?”
Dahi Seungcheol mengernyit bingung waktu suami barunya (suami!! Seungcheol masih harus nyubit dirinya sendiri) hanya senyum ke arah dia dan ninggalin dia untuk jalan ke arah panggung.
“Mau dikasih apa kamu, De?” tanya ayahnya sambil senyum.
“Nggak tahu, Yah…” Seungcheol menggelengkan kepalanya.
Seungcheol melihat Jihoon dan empat sahabat mereka di atas panggung mulai mengambil mic masing-masing. Emang dulu waktu mereka ngobrol soal pernikahan mereka, ada keinginan untuk meminta sahabat-sahabat mereka yang seneng nyanyi untuk menyumbangkan lagu, tapi Seungcheol nggak ngebayangin kalau Jihoon termasuk di dalam daftar kemungkinan orang yang mau menyumbangkan lagu.
Seungcheol harus nahan tawa waktu dia lihat suaminya kelihatan tegang, tapi terus dia mencoba untuk menenangkan Jihoon dengan senyumnya, yang dibalas dengan senyuman dari lelaki yang lebih muda.
“Selamat malam, semuanya…” sapa Jihoon, “Makasih sebelumnya udah mau dateng malam ini, padahal besok hari Senin…” ucapan Jihoon mengundang tawa dari berbagai bagian taman Bumi Sangkuriang, “Lagu ini saya buat khusus untuk malam ini, dan sebelumnya saya mau bilang makasih dulu untuk Kak Jeonghan, Kak Josh, Seokmin, dan Seungkwan yang udah mau saya gangguin buat latihan, meskipun kadang harus lewat Zoom juga…”
“Bayar, ya, Hoon,” timpal Jeonghan, membuat semua orang tertawa lagi.
Jihoon muter matanya, tapi dia tersenyum sambil geleng-geleng kepala ke arah Jeonghan. Dia lalu ngarahin pandangannya ke Seungcheol, “Untuk Akang… makasih udah mau jadi suamiku. Makasih udah sayang sama aku, dan udah nerima segala ketidaksempurnaan aku. Sepeti halnya kamu ke aku, aku juga sayang kamu, dengan segala ketidaksempurnaan kamu. Untuk kamu yang hobinya ngasih surprise buat aku, anggep aja ini balas dendam.”
Setelah memberikan senyum jahil ke arah Seungcheol, Jihoon lalu memberi sinyal ke petugas sound system, dan musik mulai dimainkan. Seungcheol belum pernah mendengar lagu ini sebelumnya. Jihoon bukan orang yang tergolong pelit dalam membiarkan Seungcheol mendengarkan kreasinya, jadi dia tahu bahwa Jihoon membuat lagu ini secara diam-diam. Seungcheol tahu bahwa kelima orang yang berdiri di atas panggung saat ini memiliki suara yang sangat indah, tapi dia tidak menyadari bahwa jika suara mereka digabungkan seperti ini akan jadi sesuatu yang jauh lebih luar biasa.
even if i can't be the perfect weather for you yeah, yeah will you still love me like this? ooh
it might be a love that isn't perfect yet i wanna make an endless story hidden like an old book together we become old and worn out even if you come to me, who's useless i'll remain as a deep scent until it becomes a perfect love
Tanpa Seungcheol sadari, air mata mulai turun membasahi pipinya. Di dekat panggung, dia bisa melihat ibunya dan mama mertuanya juga mengusap mata mereka dengan tisu. Di bagian selanjutnya, matanya bertemu dengan mata Jihoon, yang menyanyikan langsung lirik buatannya kepada suaminya. Seungcheol perlahan mulai berjalan ke arah panggung.
there wasn't a single day in which i wasn't sincere to you it may not be a perfect love yet, but together we become old and worn out even if you come to me, who's useless at the end of a shining day i'm happy because it's you every day
Lalu tak lama kemudian lagu itu berakhir. Suaminya menyampaikan ucapan terima kasih sekali lagi, lalu turun dari panggung. Seungcheol menemukan dirinya sudah berdiri di depan panggung, siap menyambut suaminya. Saat Jihoon sudah berdiri di depan Seungcheol, tanpa pikir panjang lelaki yang lebih tinggi itu memeluk suaminya dan memberikan ciuman lembut di bibir Jihoon.
Dia bisa merasakan Jihoon sempat menegang karena kaget, namun melemas segera setelahnya dan membalas ciuman itu. Saat mereka melepaskan diri dari ciuman itu, mereka saling tersenyum.
Jihoon mengusap pipi Seungcheol, mencoba membantu menghapus sisa-sisa air matanya, “Kok malah nangis sih…”
Seungcheol tertawa, “Seneng, sayang. Makasih lagunya. Consider me surprised.”
Jihoon tersenyum manis, “Aku cinta banget sama kamu, Kang.”
“Aku juga cinta banget sama kamu, Ji.”
Dan bibir mereka kembali bertemu.
author's note: took creative liberty and made that last dk's part sung by jihoon, karena cocok aja, mudah2an ngga jadi masalah ya hehe